Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Menurut Negarakertagama,
kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkanKebudayaan
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di
ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan
warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo
anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katangga
gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis
yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".
— Gambaran ibu
kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.
Nagarakretagama
menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan
sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama
dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April)
ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana
untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga
jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di
Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk
langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang
menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit
di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha,
Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap
sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak
menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai
atau abdi istana muslim saat itu.
Walaupun batu
bata telah digunakan
dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling
ahli menggunakannya . Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris
dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur
berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih
dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
".... Raja
[Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk
banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini
memiliki istana yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan
bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh
emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan
tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."
— Gambaran
Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).
Catatan yang
berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan
perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya:
"Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara:
Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318
ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus
hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar
hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke
Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.